Industri
Pengertian Industri
Industri adalah bidang yang
menggunakan ketrampilan, dan ketekunan kerja (bahasa Inggris: industrious) dan penggunaan alat-alat di bidang pengolahan
hasil-hasil bumi, dan distribusinya sebagai dasarnya. Maka industri umumnya
dikenal sebagai mata rantai selanjutnya dari usaha-usaha mencukupi kebutuhan
(ekonomi) yang berhubungan dengan bumi, yaitu sesudah pertanian, perkebunan,
dan pertambangan yang berhubungan erat dengan tanah. Kedudukan industri semakin
jauh dari tanah, yang merupakan basis ekonomi, budaya, dan politik.
Penggolongan dan Klasifikasi
Industri:
1. Berdasarkan
SK Menperin No 19 M/SK/1986
a)
Industri
kimia dasar, yaitu industri yang mengolah bahan mentah
menjadi bahan jadi atau setengah jadi. Contoh : industri kertas, semen, pupuk,
selulosa dan karet.
b)
Industri
mesin dan logam dasar, yaitu industri yang mengolah bahan mentah
menjadi bahan baku atau barang setengah jadi. Contoh : industri elektronika,
mesin, pesawat terbang, perkakas, alat berat.
c)
Aneka
industri, yaitu industri yang menghasilkan beragam kebutuhan konsumen.
Contoh : industri pangan, tekstil, kimia dasar, aneka industri bahan bangunan.
d)
Kelompok
industri kecil, yaitu industri dengan modal kecil atau
peralatan yang masih sederhana. Contoh : industri rumah tangga.
2. Berdasarkan
Tempat Bahan Baku
a)
Industri
ekstraktif, yaitu industri yang memperoleh bahan baku langsung dari alam.
b)
Industri
nonekstraktif, yaitu industri yang memperoleh bahan baku
dai industri lain.
c)
Industri
fasilitataif, yaitu industri yang berupa pelayanan jasa
kepada masyarakat.
3. Berdasarkan
Modal
a)
Industri
padat modal, yaitu industri dengan modal besar dan banyak
menggunakan tenaga mesin.
b)
Industri
padat karya, yaitu industri yang memerlukan banyak tenaga
manusia.
4. Berdasarkan
Jumlah Tenaga Kerja
a)
Industri
rumah tangga, yaitu industri yang karyawannya < 5
orang.
b)
Industri
kecil, yaitu industri yang karyawannya 5-19 orang.
c)
Industri
sedang/menengah, yaitu industri yang karyawannya 20-99 orang.
d)
Industri
besar, yaitu industri yang karyawannya > 100 orang.
5. Berdasarkan
Lokasi Unit Usaha
a)
Market oriented Industry,
yaitu industri yang berorientasi pada pasar (konsumen).
b)
Power oriented industry,
yaitu industri yang berorientasi pada tenaga kerja.
c)
Supply oriented industry, yaitu industri yang berorientasi pada tempat pengolahan.
d)
Raw material oriented industry,
yaitu industri yang berorientasi pada bahan baku.
e)
Footloose oriented industry, yaitu industri yang tidak berorientasi pada hal-hal tersebut
di atas.
6. Berdasarkan
Tahapan Proses Produksinya
a)
Industri
hulu,
yaitu industri yang mengolah bahan mentah atau bahan baku menjadi barang
setengah jadi.
b)
Industri
hilir, yaitu industri yang mengolah bahan setengah jadi menjadi barang
jadi.
7. Berdasarkan
Produktifitas Perorangan
a)
Industri
Primer, yaitu industri yang menghasilkan barang-barang tanpa pengolahan
lebih lanjut.
b)
Industri
Sekunder, yaitu industri yang menghasilkan barang-barang yang membutuhkan
pengolahan lebih lanjut
c)
Industri
Tersier, yaitu industri yang bergerak di bidang jasa.
d)
Industri
Kwartier, yaitu industri jasa yang berbasis teknologi tinggi.
8. Berdasarkan
Pengelolaannya
a)
Industri
rakyat, yaitu industri yang diusahakan oleh rakyat.
b)
Industri
negara, yaitu industri yang diusahakan oleh negara dan umumnya merupakan
BUMN.
9. Berdasarkan
Asal Modal
a)
PMPD
(Penanaman Modal Dalam Negeri), yaitu industri yang modal
keseluruhan berasal dari penanaman modal dalam negeri oleh pemerintah atau
pengusaha nasional.
b)
PMA
(Penanaman Modal Asing), yaitu industri yang modal keseluruhan berasal
dari penanaman modal asing.
c)
Patungan
(Joint Venture),
yaitu industri kerjasama antara swasta nasional dengan swasta asing.
10. Berdasarkan
Hasil Produksi
a)
Industri
berat, yaitu industri yang menghasilkan mesin dan alat produksi.
b)
Industri
ringan, yaitu industri yang menghasilkan barang jadi atau barang yang
siap pakai dan langsung dikonsumsi oleh masyarakat.
11. Berdasarkan
Bahan Dasar
a)
Industri
campuran, yaitu industri yang memproduksi lebih dari satu barang.
b)
Industri
trafik, yaitu industri yang seluruh bahan mentahnya diperoleh dari
impor.
c)
Industri
konveksi, yaitu industri yang membuat pakaian jadi.
d)
Industri
perakitan (assembling),
yaitu industri yang kegiatannya merakit beberapa komponen menjadi barang jadi.
12. Berdasarkan
Pemasarannya
a)
Industri
lokal (nonbasic),
yaitu industri yang produknya hanya dipasarkan di dalam negeri.
b)
Industri
dasar (basic),
yaitu industri yang hasilnya dipasarkan di dalam maupun di luar negeri.
13. Berdasarkan
Bahan Mentah
a)
Industri
agraris, yaitu industri yang bahan mentahnya berasal dari hasil agraria.
b)
Industri
nonagraris, yaitu industri yang bahan mentahnya berasal dari hasil tambang
Meningkatkan daya saing industri kita
Daya saing tersebut berakar
pada pandangan yang fundamental terhadap aspek mikro ekonomi suatu
negara serta didukung dengan kecanggihan operasi perusahaan dan strategi dan kualitas lingkungan bisnis ekonomi mikro dimana perusahaan bersaing.
Disadari atau tidak liberalisasi perdagangan dunia memicu
pentingnya peningkatan daya saing produk Indonesia di pasar global.
Daya saing berbasis agro pada sektor industri di Indonesia dengan menganalisis input-output di negara-negara
Asia, terutama antara Indonesia, Thailand, dan China. Ada beberapa temuan posisi daya saing berbasis
agro pada sektor industri di Indonesia yang penting untuk kita perhatikan yaitu: daya saing Indonesia
berbasis agro sektor industri telah menurun dari 1995 sampai 2000, terutama untuk daya saing dalam negeri, Indonesia berbasis agro
sektor industrimemiliki
keterkaitan ke Thailand dan China, Indonesia tidak memiliki sumber utama pertumbuhan berbasis agro industri yang dapat digunakan dalam pembangunan masa depan
Cara meningkatkan daya
saing industri kita yaitu:
1. Mengembangkan berbasis agro industri sebagai sektor ekonomi utama,
2. Meningkatkan produktivitas,
3.
Memperkuat daya saing dalam negeri,
4.
Meningkatkan pemasaran berbasis daya saing, dan
5.
Mengembangkan teknologi berbasis ekonomi
Untuk meningkatkan daya
saing pada sektor industri di Indonesia ada baiknya kita mencermati pernyataan
mantan Menko Perekonomian Hatta Rajasa dalam kuliah umum di Institut Teknologi
Bandung pada 3 Maret 2012, ada sembilan pilar yang harus dimiliki untuk
mewujudkan kemajuan Indonesia.
Kesembilan pilar tersebut
adalah perubahan mindset atau pola pikir, pengembangan mutu modal manusia,
pemanfaatan seluruh sumber pembiayaan pembangunan, pengelolaan anggaran
dan kekayaan negara yang lebih baik, konsistensi kebijakan yang mendorong
transformasi sektoral, keberlanjutan jaminan sosialdan penanggulangan
kemiskinan, ketahanan pangan dan air, ketahanan energi dan terakhir, reformasi
birokrasi.
Pilar pertama, perubahan
mindset. Polar pikir adalah dasar untuk melakukan perubahan. Untuk menjadikan
Indonesia maju, pola pikirnya juga harus maju. Kita tidak boleh terpaku
kepada budaya ‘narimo’ atau menerima. Dulu berkembang pandangan,Indonesia
adalah negara subur, ‘gemah ripah loh jinawi’, sehingga untuk hanya sekadar
makan, kita tidak perlu bekerja keras. Kekayaan alam yang melimpah dan
kesuburan yang luar biasa seolah menina bobokan kita, sehingga lupa bahwa
kekayaan itu suatu saat akan habis.
Pilar kedua adalah
pengembangan mutu modal manusia. Dengan banyaknya kekayaan alam yang dimiliki
Indonesia, diperlukan sumber daya manusia yang mumpuni. Jangan sampai kekayaan
kita dikuasai oleh negara asing, karena Indonesia kekurangan SDM yang mumpuni,
yang melek ilmu pengertahuan, serta teknologi. Percuma kita menyatakan siap
menghadapi tantangan global, kalau tidak didukung oleh SDM yang bermutu. Untuk
itu, peningkatan mutu modal manusia ini sangat perlu, supaya kita tidak jauh
tertinggal dengan negara-negara yang sudah maju.
Pilar ketiga, pemanfaatan
seluruh sumber pembiayaan pembangunan. Salah satu penyakit Indonesia saat ini
adalah kurang efektifnya memanfaatkan dana yang disediakan untuk pembangunan.
Sumber pembiayaan pembangunan di Indonesia sebenarnya sangat besar. Namun
karena terjadi kebocoran di sana-sini dan penyelewengan yang dilakukan
oknum-oknum tidak bertanggung jawab, sumber dana itu sebagian menguap tanpa
menghasilkan sesuatu.
Pilar keempat, pengelolaan
anggaran dan kekayaan negara yang lebih baik. Berkali-kali Presiden SBY
mengatakan supaya pengelolaan anggaran harus transparan dan akuntabel. Begitu
pun Menko Perekonomian Hatta Rajasa yang berkali-kali menegaskan supaya
pengelolaan kekayaan negara harus bisa dipertanggung jawabkan. Apa yang
disampaikan SBY dan Hatta itu semata-mata untuk menyelamatkan kekayaan negara.
Jangan sampai anggaran dan kekayaan negara dikorupsi, dilarikan ke luar negeri
oleh oknum-oknum mafia. Sebab, kalau anggaran dan kekayaan terkelola dengan
baik, niscaya kesejahteraan seluruh masyarakat akan terjamin.
Pilar kelima adalah
konsistensi kebijakan yang mendorong transformasi sektoral.Untuk membangun
Indonesia menjadi sebuah negara maju, syarat utamanya adalah haruskonsisten.
Kalau kebijakan dijalankan secara konsisten, pasti hasilnya juga akan sesuai target.
Kebijakan yang dijalankan secara konsisten juga akan menghasilkan sebuah
sistemyang terintegrasi, sehingga bisa terbangun konektivitas antara satu
sektor dengan sektor lain. Konektivitas ini sangat diperlukan, supaya
pembangunan bangsa ini bisa terukur dan bergunauntuk seluruh masyarakat
Indonesia.
Pilar keenam, keberlanjutan
jaminan sosial dan penanggulangan kemiskinan. Jaminan sosial untuk masyarakat
adalah kewajiban yang harus dipenuhi negara secara terus menerus.Ciri dari
sebuah negara maju adalah adanya sebuah jaminan dari pemerintah terhadap
kehidupan sosial masyarakat. Jaminan sosial ini sangat terkait dengan program
penanggulangan kemiskinan. Tolok ukur keberhasilan sebuah jaminan sosial adalah
ketikaangka kemiskinan terus menurun. Dengan penurunan tingkat kemiskinan,
ototamatis kesejahteraan masyarakat meningkat.
Pilar ketujuh, ketahanan
pangan dan air. Masih terkait dengan jaminan sosial, ketahanan pangan dan air
adalah bagian dari program pemerintah dalam memberikan perlindungan kepada
rakyat. Banyak negara di luar yang terjerat krisis, karena mampumengatasi
persoalan pangan dan air bersih. Ini tidak boleh terjadi di Indonesia.
Sebagainegara yang subur, kaya akan sumber daya alam, Indonesia harus mampu
melakukanswasembada pangan. Akan sangat ironis, jika Indonesia yang subur dan
kaya sumber dayaalam, harus mengimpor bahan pokok makanan dari negara yang
secara geografis lebih jelek dari Indonesia. Ini menjadi tantangan pemerintah
sekarang dan di masa mendatang, yaitu bagaimana memanfaatkan sumber daya yang
dimiliki Indonesia, sehingga mampu mencukupi kebutuhan pangan dan air di dalam
negeri.
Pilar kedelapan, ketahanan
energi. Pilar kedelapan ini sangat terkait dengan pilar ketujuh. Sumber daya
alam yang melimpah di Indonesia harus benar-benar dimanfaatkanuntuk memenuhi
kebutuhan energi di dalam negeri. Sebagai salah satu negara yang memilikisumber
daya energi terbesar di dunia, Indonesia harus mampu menciptakan ketahanan
energi sendiri, tanpa tergantung dari negara luar. Pengembangan sumber energi
alternatif, di luar minyak harus terus dilakukan, supaya kita tidak tergantung
pada fluktuasi politik dunia.Kalau kita sudah mampu mengembang energi
alternatif, tidak perlu takut lagi terhadapkenaikan harga minyak dunia.
Pemerintah juga akan lebih leluasa menerapkan kebijakan energi, karena secara
kuota kita mampu menghasilkan energi yang bisa meng-cover kebutuhan di dalam
negeri.
Semua pilar untuk kemajuan
Indonesia itu akan menjadi percuma, jika tidak dilengkapi dengan pilar
kesembilan, yaitu reformasi birokrasi. Salah satu penyakit kronis yang harus
segera ditangani pemerintah saat ini adalah birokrasi yang korup. Banyak
kebijakan pemerintah yang pro rakyat tidak sampai pada target yang dituju,
karena terjadi penyelewengan-penyelewengan ditingkat birokrasi. Banyak investor
batal menanamkan modalnya di Indonesia karena terbentur pada birokrasi yang bertele-tele.
Reformasi birokrasiini mendesak dilakukan, supaya roda pemerintah bisa berjalan
stabil. Kalau pemerintah sudahstabil, kebijakan ekonomi berjalan on the track,
mimpi untuk menjadi negara maju segera bisa menjadi kenyataan.
Sektor Industri yang dapat
memberikan kontribusi yang signifikan bagi perkembangan ekonomi negara kita
Ekonomi Kreatif atau
bisa disebut Industri Kreatif merupakan Industri yang berasal dari
pemanfaatan kreatifitas, ketrampilan serta bakat individu untuk menciptakan
kesejahteraan serta lapangan pekerjaan dengan menghasilkan dan mengeksploitasi
daya kreasi dan daya cipta individu tersebut.
Di beberapa negara, ekonomi
kreatif memainkan peran signifikan. Di Inggris, yang pelopor pengembangan
ekonomi kreatif, industri itu tumbuh rata-rata 9% per tahun, dan jauh di atas
rata-rata pertumbuhan ekonomi negara itu yang 2%-3%. Sumbangannya terhadap
pendapatan nasional mencapai 8,2% atau US$ 12,6 miliar dan merupakan sumber
kedua terbesar setelah sektor finansial. Ini melampaui pendapatan dari industri
manufaktur serta migas. Di Korea Selatan, industri kreatif sejak 2005
menyumbang lebih besar daripada manufaktur. Di Singapura ekonomi kreatif
menyumbang 5% terhadap PDB atau US$ 5,2 miliar. Saat ini industri kreatif di dunia
tumbuh pesat. Ekonomi kreatif global diperkirakan tumbuh 5% per tahun,
akan berkembang dari US$ 2,2 triliun pada Januari 2000 menjadi US$ 6,1 triliun
tahun 2020.
Di Indonesia, ekonomi
kreatif cukup berperan dalam pembangunan ekonomi nasional. Hanya, ia belum
banyak tersentuh oleh campur tangan pemerintah. Ini karena pemerintah belum
menjadikannya sebagai sumber pendapatan negara yang penting. Pemerintah masih
fokus pada sektor manufaktur, fiskal, dan agrobisnis. Berdasarkan studi pemetaan
industri kreatif yang dilaksanakan Departemen Perdagangan Tahun 2007 diperoleh
informasi bahwa kontribusi industri kreatif terhadap perekonomian Indonesia
dapat dilihat pada lima indikator utama, yaitu Produk Domestik Bruto (PDB),
ketenagakerjaan, jumlah perusahaan, ekspor dan dampak terhadap sektor lain.
Menurut data Departemen
Perdagangan, industri kreatif pada 2006 menyumbang Rp 104,4 triliun, atau
rata-rata 4,75% terhadap PDB nasional selama 2002-2006. Jumlah ini melebihi
sumbangan sektor listrik, gas dan air bersih. Tiga subsektor yang memberikan
kontribusi paling besar nasional adalah fashion (30%), kerajinan (23%) dan
periklanan (18%). Selain itu, sektor ini
mampu menyerap 4,5 juta tenaga kerja dengan tingkat pertumbuhan sebesar 17,6%
pada 2006. Ini jauh melebihi tingkat pertumbuhan tenaga kerja nasional yang
hanya sebesar 0,54%. Namun, ia baru memberikan kontribusi ekspor sebesar 7%,
padahal di negara-negara lain, seperti Korsel, Inggris dan Singapura, rata-rata
di atas 30%. Ke depan, ekonomi kreatif
secara umum dan industri kreatif khususnya diyakini akan menjadi primadona. Ada
tiga alasan yang mendasari keyakinan tersebut, yaitu hemat energi karena lebih
berbasis pada kreativitas, lebih sedikit menggunakan sumber daya alam, dan
menjanjikan keuntungan lebih tinggi. Ketiga faktor di atas juga ditopang oleh
ketersediaan sumber daya manusia (SDM) yang belimpah. Saat ini jumlah penduduk
Indonesia sekitar 230 juta. Populasi yang berusia 15-29 tahun berkisar 40,2
juta atau hampir 18,4% merupakan pasar yang sangat gemuk bagi produk-produk
industri kreatif.
Departemen Perdagangan
telah menyusun rencana jangka panjang pengembangan industri kreatif. Targetnya
adalah meningkatkan kontribusi terhadap PDB. Tahun 2009-2015 ditargetkan naik
7%-8%. Pada tahun 2002-2006 kontribusinya 6,2% atau senilai Rp 104,7
triliun.Sumbangannya terhadap PDB memang masih kalah jika dibandingkan dengan
industri kreatif negara maju, misalnya Inggris 7,9% dengan rata-rata
pertumbuhan 9% per tahun. Namun Indonesia lebih baik dari Selandia Baru (3,1%)
dan Australia (3,3%). Tahun 2009-2015 yang
disebut sebagai tahap penguatan dasar ditargetkan kontribusi industri kreatif
terhadap ekspor nasional menjadi 11%-12% serta penyerapan tenaga kerjanya
meningkat pada kisaran antara 6% dan 7%. Periode tahun 2015-2025 merupakan
tahap akselerasi atau percepatan pertumbuhannya dan diharapkan kontribusinya
terhadap PDB naik menjadi 9%-11%, pada nilai ekspor nasional 12%-13%, serta
penyerapan tenaga kerja 9%-11%.
Dalam mengembangkan ekonomi
kreatif tidak semudah yang dibayangkan, hal ini dikarenakan pastinya akan
banyak sekali bermunculnya hambatan yang dapat mengganggu dalam pengembangan
industri kreatif itu sendiri. Hambatan industri kreatif ini bukan hanya datang
dari bentuk kebijakan, tetapi juga dari para pengusaha itu sendiri. Mereka
dinilai belum memiliki mental entrepreneur yang profesional, seperti tata
kelola keuangan yang masih menyatu dengan kebutuhan harian kemudian manajemen
kepegawaian yang berdasarkan prinsip pertemanan tanpa adanya koridor hukum yang
jelas dalam mengatur kepemilikan dan pembagian untung, sehingga ketika terjadi
pecah usaha, industri tersebut akan mati seiring dengan pecahnya usaha
tersebut. Usaha-usaha yang dilakukan para entrepreneur muda ini harus dilandasi
juga dengan mental yang kuat dengan motivasi memajukan usaha yang dirintis dari
awal.
Pemberian pelatihan melalui
pelatihan industri kreatif perlu digalakkan pemerintah dan dunia pendidikan seperti
universitas. Bentuk pelatihan berupa pelatihan keterampilan dan manajemen
perusahaan profesional sangat penting untuk mempertahankan kondisi
pengusaha-pengusaha di industri kreatif. Perlu dibentuknya asosiasi pengusaha
industri kreatif untuk memperkuat usaha ini sebagai salah satu bentuk usaha
baru yang menekankan kepada inovasi dan kreativitas pengusahanya.
Industri kreatif
berbasiskan seni yang memang dimiliki masyarakat muda Indonesia merupakan suatu
bentuk inovasi baru di saat terengah-engahnya industri-industri besar di
Indonesia saat ini. Hambatan yang didapat dalam keberlangsungan industri
kreatif ini antara lainnya ialah pemerintah belum memandang serius industri
kreatif di Indonesia sebagai industri yang berpotensi mendatangkan devisa untuk
Indonesia. Kebijakan terintegrasi yang harus dibuat antara lain melindungi
kreativitas anak-anak muda Indonesia ini dengan memberi kemudahan untuk
mendaftarkan kreativitasnya sebagai hak cipta yang kelak boleh dipasarkan
secara massal. Kebijakan terintegrasi ini bukan hanya untuk sektor manufaktur
kecil dan menengah seperti distro dan clothing, tetapi juga sektor industri
musik indie dan juga sektor seni murni seperti lukisan, handycraft, industri
kreatif berbasiskan lingkungan seperti seni merangkai barang-barang bekas, dan
industri lain yang memiliki basis inovasi dan kreativitas.
Sumber:
Komentar
Posting Komentar