INFLASI

A.    INFLASI
Dalam ilmu ekonomi, Inflasi adalah suatu proses meningkatnya harga-harga secara umum dan terus-menerus (continue) berkaitan dengan mekanisme pasar yang dapat disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain, konsumsi masyarakat yang meningkat, berlebihnya likuiditas di pasar yang memicu konsumsi atau bahkan spekulasi, sampai termasuk juga akibat adanya ketidaklancaran distribusi barang. Dengan kata lain, inflasi juga merupakan proses menurunnya nilai mata uang secara kontinu. Inflasi adalah proses dari suatu peristiwa, bukan tinggi-rendahnya tingkat harga. Artinya, tingkat harga yang dianggap tinggi belum tentu menunjukan inflasi. Inflasi adalah indikator untuk melihat tingkat perubahan, dan dianggap terjadi jika proses kenaikan harga berlangsung secara terus-menerus dan saling pengaruh-memengaruhi. Istilah inflasi juga digunakan untuk mengartikan peningkatan persediaan uang yang kadangkala dilihat sebagai penyebab meningkatnya harga. Ada banyak cara untuk mengukur tingkat inflasi, dua yang paling sering digunakan adalah CPI dan GDP Deflator.

Contoh masalah Inflasi yang pokok di Indonesia antara lain;
  • Kenaikan harga bahan bakar minyak ( BBM ). Di Indonesia seringkali terjadi kenaikan harga BBM dari waktu ke waktu. Kenaikan harga BBM dipengaruhi olrh tingginya permintaan dari masyarakat (konsumen) dan rendahnya persediaan BBM tersebut. Selain itu kenaikan harga BBM dipicu oleh naiknya harga minyak dunia. Tingginya harga minyak dunia membuta beban pemerintah untuk memberikan subsidi minyak semakin bertambah. Sebenarnya untuk mengantisipasi masyrakat kesulitan membeli BBM dengan harga tinggi, pemerintah menyediakan subsidi BBM kepada masyrakat. Namun apabila harga minyak dunia meningkat, beban subsidi tersebut dinilai pemerintah membuat APBN membengkak, maka solusi terakhir adalah menaikkan harga BBM tersebut di masyarakat.
  • Turunnya nilai rill kekayaan masyarakat. Nilai rill yang dimaksud adalah nilai tukar kekayaan yang dimilki seseorang dalam bentuk kas seperti uang. Saat inflasi nilai tukar uang akan menurun. Misalnya, uang Rp. 50 ribu semula dapat dibelikan 10 kg beras seharga Rp. 5 ribu. Namun pada saat terjadinya inflasi pada 5 tahun kemudian uang Rp. 50 ribu hanya dapat dibelikan 5kg beras karena harga beras naik menjadi Rp. 10 ribu.
  • Selain itu menurunnya nilai mata uang terhadap daya beli membuat seseorang yang memilki investasi berupa aktiva tetap memiliki kekayaan yang bertambah. Contohnya; pemilik emas, tanah, dan rumah yang harga jual masing-masing tersebut meningkat akibat inflasi.
B.     JENIS-JENIS INFLASI
  Jenis-jenis inflasi bisa kita bedakan berdasarkan tingkat keparahannya, penyebabnya dan berdasarkan asal terjadinya:
1.      Inflasi Berdasarkan Tingkat Keparahannya
ü  Inflasi rendah. Inflasi dikatakan rendah jika kenaikan harga berjalan sangat lambat dengan persentase kecil, yaitu di bawah 10% setahun.
ü  Inflasi sedang. Suatu negara dikatakan mengalami inflasi sedang, jika persentase laju inflasinya sebesar 10% – 30% setahun.
ü  Inflasi tinggi. Inflasi dikatakan tinggi jika laju inflasinya berkisar 30% – 100% setahun.
ü  Hiperinflasi. Hiperinflasi dapat terjadi jika laju inflasinya di atas 100% setahun. Apabila suatu negara mengalami hiperinflasi, maka masyarakat tidak lagi memiliki kepercayaan terhadap uang, mereka lebih memilih menukarkannya dengan barang tertentu.
2.      Inflasi Berdasarkan Penyebabnya
Inflasi dapat pula dibedakan berdasarkan penyebabnya, yaitu:
ü  Demand-pull inflation
ü  Cost-push inflation
3.      Inflasi Berdasarkan Asalnya
Berdasarkan asalnya inflasi dibedakan menjadi berikut ini.
ü  Inflasi karena defisit APBN. Inflasi jenis ini terjadi sebagai akibat adanya pertumbuhan jumlah uang yang beredar melebihi permintaan akan uang.
ü  Imported inflationImported inflation yaitu inflasi yang terjadi di suatu negara, misalnya beberapa barang di luar negeri yang menjadi faktor produksi di suatu negara, harganya meningkat, maka kenaikan harga tersebut mengakibatkan meningkatnya harga barang di negara tersebut.

C.     TEORI-TEORI INFLASI
Gejala-gejala inflasi dapat dijelaskan dengan teori-teori inflasi:
1.      Teori Kunatitas (Irving Fisher)
Menurut teori kuantitas, apabila penawaran uang bertambah maka tingkat harga umum juga akan naik. Hubungan langsung antara harga dan kuantitas uang seperti yang digambarkan oleh teori kuantitas uang sederhana dapat digunakan untuk menerangkan situasi inflasi.
2.      Teori Keynes
Menurut Keynes, inflasi terjadi karena ada sebagian masyarakat yang ingin hidup di luar batas kemampuan ekonominya. Proses inflasi merupakan proses perebutan bagian rezeki di antara kelompok-kelompok sosial yang menginginkan bagian lebih besar dari yang bisa disediakan oleh masyarakat tersebut.
3.      Teori Strukturalis
Teori ini memberikan perhatian besar terhadap struktur perekonomian di negara berkembang. Inflasi di negara berkembang terutama disebabkan oleh faktor-faktor struktur ekonominya. Menurut teori ini, kondisi struktur ekonomi negara berkembang yang dapat menimbulkan inflasi adalah:
ü  Ketidakelastisan Penerimaan Ekspor
ü  Ketidakelastisan Penawaran atau Produksi Makanan di Dalam Negeri

D.    PENYEBAB INFLASI
Penyebab terjadinya inflasi secara umum bisa dibedakan menjadi dua, yaitu:
1.      Demand-pull inflation
Bertambahnya permintaan terhadap barang dan jasa menyebabkan bertambahnya permintaan faktor-faktor produksi. Meningkatnya permintaan terhadap produksi menyebabkan harga faktor produksi meningkat. Jadi, inflasi terjadi karena kenaikan dalam permintaan total sewaktu perekonomian yang bersangkutan dalam situasi full employment. Inflasi yang ditimbulkan oleh permintaan total yang berlebihan sehingga terjadi perubahan pada tingkat harga dikenal dengan istilah demand pull inflation.
2.      Cost-push inflation
Inflasi ini terjadi akibat meningkatnya biaya produksi (input) sehingga mengakibatkan harga produk-produk (output) yang dihasilkan ikut naik.

E.     DAMPAK INFLASI
Inflasi mempunyai dampak terhadap individu maupun bagi kegiatan perekonomian secara luas. Dampak yang ditimbulkan dapat bersifat negatif atau pun positif, tergantung pada tingkat keparahannya.
1.      Dampak Positif
Pengaruh positif inflasi terjadi apabila tingkat inflasi masih berada pada persentase tingkat bunga kredit yang berlaku. Misalnya, pada saat itu tingkat bunga kredit adalah 15% per tahun dan tingkat inflasi 5%. Bagi negara maju, inflasi seperti ini akan mendorong kegiatan ekonomi dan pembangunan. Mengapa demikian? Hal ini terjadi, karena para pengusaha/ wirausahawan di negara maju dapat memanfaatkan kenaikan harga untuk berinvestasi, memproduksi, serta menjual barang dan jasa.
2.      Dampak Negatif
Inflasi yang terlalu tinggi membawa dampak yang tidak sedikit terhadap perekonomian, terutama tingkat kemakmuran masyarakat. Dampak inflasi tersebut, antara lain:
ü  Dampak Inflasi terhadap Pemerataan Pendapatan
ü  Dampak Inflasi terhadap Output (Hasil Produksi)
ü  Mendorong Penanaman Modal Spekulatif
ü  Menyebabkan Tingkat Bunga Meningkat dan Akan Mengurangi Investasi
ü  Menimbulkan Ketidakpastian Keadaan Ekonomi di Masa Depan
ü  Menimbulkan Masalah Neraca Pembayaran

F.      CARA MENGATASI INFLASI
Berikut ini, Anda akan mengenal beberapa kebijakan pemerintah dalam mengendalikan inflasi.
1.      Kebijakan Moneter
Menurut teori moneter klasik, inflasi terjadi karena penambahan jumlah uang beredar. Dengan demikian, secara teoretis relatif mudah untuk mengatasi inflasi, yaitu dengan mengendalikan jumlah uang beredar itu sendiri. Kebijakan moneter adalah tindakan yang dilakukan oleh Bank Indonesia untuk mengurangi atau menambah jumlah uang beredar. Ketika jumlah uang beredar terlalu berlebihan sehingga inflasi meningkat tajam, Bank Indonesia akan segera menerapkan berbagai kebijakan moneter untuk mengurangi peredaran uang.
2.      Kebijakan Fiskal
Bagaimana kebijakan fiskal dapat mengendalikan inflasi? Seperti Anda ketahui, kebijakan fiskal adalah kebijakan yang berkaitan dengan penerimaan dan pengeluaran pemerintah. Kebijakan fiskal dilakukan pemerintah untuk mengurangi inflasi adalah mengurangi pengeluaran pemerintah, menaikkan tarif pajak dan mengadakan pinjaman pemerintah.
3.      Kebijakan Non-Moneter dan Non- Fiskal
Selain kebijakan moneter dan kebijakan fiskal, pemerintah melakukan kebijakan nonmoneter/ nonfiskal dengan tiga cara, yaitu menaikkan hasil produksi, menstabilkan upah (gaji), dan pengamanan harga, serta distribusi barang.

Seperti yang dijelaskan dari materi diatas Inflasi umumnya menimbulkan  dampak yang kurang menguntungkan dalam perekonomian akan tetapi dalam salah satu prinsip ekonomi bahwa dalam jangka pendek ada yang namanya trade off dimana antara inflasi dan pengangguran menunjukkan bahwa inflasi dapat menurunkan tingkat pengangguran, atau inflasi dapat dijadikan salah satu cara untuk menyeimbangkan perekonomian negara dsb. Jadi bukan berati Inflasi itu selalu merugikan tetapi juga menguntungkan seperti halnya menurunnya tingkat pengangguran saat ini yang mana masyarakat tergerak melakukan kegiatan produksi dengan cara mendirikan/ membuka usaha yang dapat menumbuhkan industri kecil dalam negeri menjadi dipercaya dan tangguh, serta membuat masyarakat menjadi selektif dalam mengkonsumsi.

Investasi merupakan salah satu variabel yang penting dalam sebuah perekonomian. Ada beberapa hal yang memengaruhi investasi, yaitu suku bunga, PDRB, utilitas, birokrasi, kualitas SDM, regulasi, stabilitas politik dan keamanan serta faktor sosial budaya. Hal ini menimbulkan implikasi kebijakan, yaitu penurunan suku bunga, kebijakan fiskal, perbaikan sarana dan prasarana, perbaikan birokrasi pemerintahan, peningkatan kualitas sumber daya manusia, pelonggaran regulasi, kebijakan untuk menciptakan stabilitas politik dan keamanan, penguatan budaya lokal. Adapun beberapa faktor yang mempengaruhi investasi dalam perekonomian suatu negara:
1.      Suku Bunga
Suku bunga merupakan faktor yang sangat penting dalam menarik investasi karena sebagian besar investasi biasanya dibiayai dari pinjaman bank. Jika suku bunga pinjaman turun maka akan mendorong investor untuk meminjam modal dan dengan pinjaman modal tersebut maka ia akan melakukan investasi.
2.      Pendapatan nasional per kapita untuk tingkat negara (nasional) dan PDRB per kapita untuk tingkat propinsi dan Kabupaten atau Kota
Pendapatan nasional per kapita dan PDRB per kapita merupakan cermin dari daya beli masyarakat atau pasar. Makin tinggi daya beli masyarakat suatu negara atau daerah (yang dicerminkan oleh pendapatan nasional per kapita atau PDRB per kapita) maka akan makin menarik negara atau daerah tersebut untuk berinvestasi.
3.      Kondisi sarana dan prasarana
Prasarana dan sarana pendukung tersebut meliputi sarana dan prasarana transportasi, komunikasi, utilitas, pembuangan limbah dan lain-lain. Sarana dan prasarana transportasi contohnya antara lain : jalan, terminal, pelabuhan, bandar udara dan lainlain. Sarana dan prasrana telekomunikasi contohnya: jaringan telepon kabel maupun nirkabel, jaringan internet, prasarana dan sarana pos. Sedangkan contoh dari utilitas adalah tersedianya air bersih, listrik dan lain-lain.
4.      Birokrasi perijinan
Birokrasi perijinan merupakan faktor yang sangat penting dalam mempengaruhi investasi karena birokrasi yang panjang memperbesar biaya bagi investor. Birokrasi yang panjang akan memperbesar biaya bagi pengusaha karena akan memperpanjang waktu berurusan dengan aparat. Padahal bagi pengusaha, waktu adalah uang. Kemungkinan yang lain, birokrasi yang panjang membuka peluang oknum aparat pemerintah untuk menarik suap dari para pengusaha dalam rangka memperpendek birokrasi tersebut.
5.      Sumber daya manusia
Manusia yang berkualitas akhir-akhir ini merupakan daya tarik investasi yang cukup penting. Sebabnya adalah tekhnologi yang dipakai oleh para pengusaha makin lama makin modern. Tekhnologi modern tersebut menuntut ketrampilan lebih dari tenaga kerja.
6.      Peraturan dan undang-undang ketenagakerjaan
Peraturan undang-undang ketenagakerjaan ini antara lain menyangkut peraturan tentang pemutusan hubungan kerja (PHK), Upah Minimum, kontrak kerja dan lain-lain.
7.      Stabilitas politik dan keamanan
Stabilitas politik dan keamanan penting bagi investor karena akan menjamin kelangsungan investasinya untuk jangka panjang.
8.      Faktor-faktor sosial budaya
Contoh faktor sosial budaya ini misalnya selera masyarakat terhadap makanan. Orang Jawa pedalaman misalnya lebih senang masakan yang manis rasanya, sementara masyarakat Jawa pesisiran lebih senang masakan yang asin rasanya.
9.      Pengaruh Nilai tukar
Secara teoritis dampak perubahan tingkat / nilai tukar dengan investasi bersifat uncertainty (tidak pasti). Shikawa (1994), mengatakan pengaruh tingkat kurs yang berubah pada investasi dapat langsung lewat beberapa saluran, perubahan kurs tersebut akan berpengaruh pada dua saluran, sisi permintaan dan sisi penawaran domestik. Dalam jangka pendek, penurunan tingkat nilai tukar akan mengurangi investasi melalui pengaruh negatifnya pada absorbsi domestik atau yang dikenal dengan expenditure reducing effect. Karena penurunan tingkat kurs ini akan menyebabkan nilai riil aset masyarakat yang disebabkan kenaikan tingkat harga-harga secara umum dan selanjutnya akan menurunkan permintaan domestik masyarakat. Gejala diatas pada tingkat perusahaan akan direspon dengan penurunan pada pengeluaran / alokasi modal pada investasi.
Pada sisi penawaran, pengaruh aspek pengalihan pengeluaran (expenditure switching) akan perubahan tingkat kurs pada investasi relatif tidak menentu. Penurunan nilai tukar mata uang domestik akan menaikkan produk-produk impor yang diukur dengan mata uang domestik dan dengan demikian akan meningkatkan harga barang-barang yang diperdagangkan / barang-barang ekspor (traded goods) relatif terhadap barang-barang yang tidak diperdagangkan (non traded goods), sehingga didapatkan kenyataan nilai tukar mata uang domestik akan mendorong ekspansi investasi pada barang-barang perdagangan tersebut.
10.  Tingkat Inflasi
Tingkat inflasi berpengaruh negatif pada tingkat investasi hal ini disebabkan karena tingkat inflasi yang tinggi akan meningkatkan resiko proyek-proyek investasi dan dalam jangka panjang inflasi yang tinggi dapat mengurangi rata-rata masa jatuh pinjam modal serta menimbulkan distrosi informasi tentang harga-harga relatif. Disamping itu menurut Greene dan Pillanueva (1991), tingkat inflasi yang tinggi sering dinyatakan sebagai ukuran ketidakstabilan roda ekonomi makro dan suatu ketidakmampuan pemerintah dalam mengendalikan kebijakan ekonomi makro.

Sumber:
http://www.bimbingan.org/contoh-masalah-inflasi-di-indonesia.htm

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pelaku dan Peran Ekonomi Mikro dan Makro

SISTEM PEREKONOMIAN

My First Experience in PKL Program